Dugderan
Setiap
menjelang bulan puasa atau bulan Ramadhan setiap daerah di Indonesia memiliki
adat, budaya dan tradisi yang berbeda-beda untuk menyambut atau membuka bulan
suci Ramadhan. Salah satu daerah yang memiliki tradisi unik itu adalah kota
Semarang. Setiap tahun satu hari menjelang bulan Ramadhan di Semarang selalu di
adakan Dugderan.
Apa itu Dugderan?
Dugderan
merupakan upacara tradisional yang telah dilakukan sejak zaman dahulu setiap
datang bulan Ramadhan dan menjadi tanda dimulainya bulan puasa bagi umat muslim
di kota Semarang. Biasanya Dugderan dilakukan 1 hari sebelum menjelang bulan
Ramadhan dan dilaksanakan di halaman balaikota yang dipimpin langsung oleh
walikota Semarang.
Yang
lebih menarik dan khas lagi dari Dugderan adalah dibukanya pasar rakyat,
biasanya 7 hari sebelum Dugderan digelar. Di pasar rakyat ini para pedagang
dari daerah menjajakan daganganya berupa makanan, minuman, mainan anak-anak,
celengan dan gerabah yang tentunya bersifat tradisional. Selain itu Dugderan
juga diiringi karnaval, sehingga saat Dugderan digelar tidak heran sekitar
tempat jalan dilaluinya karnaval dan tempat utama penuh dengan warga yang
tertarik menyaksikan Dugderan.
Ciri
khas Dugderan yang sangat lekat adalah adanya Warak Ngendok. Apa itu Warak Ngendok?
Warak
Ngendok yaitu sejenis binatang rekaan berkepala naga dan bertubuh kambing namun
mempunyai sisik serta dilengkapi telur. Untuk desain warna dari Warak Ngendok tidak
tetap, berubah tiap tahunya dan sering berwarna-warni.
Maskot
Dugderan ini bukan sekedar maskot biasa, Warak Ngendok mempunyai arti yaitu
tubuh warak yang seram menggambarkan nafsu manusia sedangkan “endog” yang merupakan bahasa Jawa dari
telur mempunyai arti bahwa jika manusia mampu mengalahkan nafsunya dan berbuat
baik maka akan menerima balasan dari Tuhan yang digambarkan sebagai telur itu
sendiri.
Jalanya upacara
Dugderan meliputi beberapa event, seperti berikut ini:
Sebelum
upacara dibunyikannya bedug dan meriam ada beberapa persiapan (Akan tetapi
seiring berkembangnya zaman meriam diganti dengan suara petasan atau bambu yang
diisi karbid dan diberi lubang, sehingga menghasilkan bunyi yang menyerupai
meriam) yaitu:
- Bendera
- Karangan Bunga
- Persiapan mesiu Inggris
- Dibunyikanya gamelan
- Setiap petugas siap ditempat
masing-masing, terutama pembawa bendera, penabuh gamelan dan orang yang
bertanggung jawab membunyikan bedug dan meriam. Semua menunggu instruksi
dari pemimpin upacara yaitu walikota Semarang.
Setelah
kita mengetahui seluk beluk Dugderan, sekarang kita akan menengok nilai-nilai
yang terkandung dalam tradisi yang syarat dengan adat dan budaya ini.
Nilai-nilai yang
terkandung dalam Dugderan meliputi:
- Nilai religi
Nilai
religi sangat jelas dan terasa dalam Dugderan karena Dugderan sendiri merupakan
penanda dibukanya bulan puasa bagi umat muslim di Semarang.
- Nilai Kebudayaan
Gamelan
Jawa yang menjadi pengiring upacara Dugderan dapat menggambarkan kesenian asli
Jawa.
- Nilai Sosial
Upacara
Dugderan secara tidak langsung menjadi sarana silahturahmi, berkumpul dan
interaksi antara pemerintah dan rakyatnya.
- Nilai Ekonomi
Seperti
yang kita ketahui seminggu sebelum Dugderan dimulai pasar rakyat buka terlebih
dahulu. Dari pasar rakyat ini pedagang dapat mencari rizki, sarana hiburan bagi
rakyat dan juga sebagai promosi wisata kota Semarang di tingkat nasional atau
mungkin suatu saat nanti dapat mencapai tingkat internasional.
Pesan dalam Dugderan
Meski dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat dan sudah
menjadi tradisi yang cukup kuat dengan adanya perlombaan, karnaval, dan tarian,
tetap saja dugderan tidak lepas dari puncak ritualnya berupa tabuh bedug dan
halaqah yang menjadi akhir dari tradisi yang sudah bertahan seabad lebih itu.
Karena itu, puncak ritual ini bukan semata-mata sekedar
sebagai tradisi (kesenian rakyat), tapi salah satu budaya Islam Semarang yang
punya pesan. Pertama, salah satu
pesan yang cukup kuat digelarnya tradisi (atau budaya) dugderan ini adalah
pengumunan dimulainya bulan suci Ramadhan.
Pengumunan itu dilambangkan dengan ditabuhnya bedug yang
menjadi satu “tetenger”. Juga, pemukulan bedug itu jadi konsensus yang
meneguhkan atau memberikan justifikasi ketetapan jatuhnya tanggal 1 bulan
Ramadhan pada esok hari, apalagi umat Islam tidak hanya di Semarang kerapkali
memiliki perbedaan dalam menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.
Setelah kita mengetahui apa itu Dugderan, nilai yang
terkandung dalam Dugderan, dan pesan dalam Dugderan kita sebagai generasi
penerus bangsa terutama warga kota Semarang serta pemerintah kota Semarang untuk
tetap melestarikan aset wisata budaya.
Sehingga generasi setalah kita masih dapat menikmati aset budaya yang penuh
nilai ini.